Minggu, 24 Mei 2015

Chapter 6 Angel Eyes
Penulis : Angga Setiawan






TAKDIR? SEBUAH PELARIAN TAK TERHINDARKAN DARI KESEDIHAN

Hans sangat berharap bahwa wanita yang ia lihat dan saat hatinya berdebar itu adalah hani. Jika itu memang benar benar Hani mungkin dia belum pergi jauh dari sekitar sini.

Tanpa pikir panjang ia meninggal rumah sakit, dengan berjalan ia bergegas melangkahkan kakinya. Matahari yang terik membuat keningnya penuh dengan keringat, tetes demi tetes butiran keringat bercucuran, yang sesekali ia hanya mengusapnya menggunakan tangan, pandangannya yang silau membuatnya sulit untuk mengenali seseorang. Langkah kakinya yang cepat mampu membawanya ke taman kota, melihat banyak sekali orang yang berlalu lalang membuatnya kesulihatan untuk menemukan Hani. Tiba tiba terlihat seorang wanita di penyebrangan jalan, sosok wanita yang benar benar selalu membuat hatinya berdebar terlihat sedang melintasi jalan.

“Hani” teriak Hans sambil melambaikan tangan, Hani yang nampak mengenali suara itu menengok kebelakang “Apakah itu dokter Hans” melihat seseorang memakai jas dokter, ujarnya dalam hati sambil melambaikan tangan lalu menepi. Hans yang sangat senang karena wanita itu benar benar Hani, wanita yang sangat ia cintai dan ia tunggu selama ini.

Tanpa pikir panjang Hans berlari kearahnya yang ada di sebrang jalan, dengan kaki yang ia hentakkan dengan cepat dan nafas yang terengah engah tiba tiba terdengar klakson mobil ‘Teeed, teeed…, Bruk”.
“Hans….” Teriak Hani sambil lari ke arahnya. Hans yang sangat semangat untuk menemui seseorang yang ia cintai begitu ceroboh, tanpa melihat sekitar iya terus berlari hingga darah menggantikan keringatnya yang bercucuran.

Semua orang berlarian kearahnya, sementara Hani yang terus menangis yang sesekali meminta tolong dengan penuh histeris. beberapa lama kemudian Ambulance datang, Hans yang sudah tidak sadarkan diri di bawa kerumah sakit, Hani yang ikut bersama ambulance terus menangis di sepanjang perjalannya, melihat para medis yang melakukan pertolongan pertama seperti lupa bahwa yang ia rawat itu adalah seorang dokter.

Setelah sampai di rumah sakit Hans di bawa ke UGD untuk melakukan operasi, sementara itu perawat yang meminta surat persetujuan wali terus menanyakan kepada Hani yang masih tak berhenti menangis. Tiba tiba Rammon datang dengan seorang nenek tua yang ternyata omanya Hans.
“Bagaimana keadaan Hans? Tanya Rammon. Hani yang terus menundukan kepala tak menjawab.
“Saya Neneknya, apakah kamu wanita yang selama ini selalu di bicarakan Hans kepada saya?” Tanya oma, Melihat Nenek Hans berbicara Rammon terlihat begitu senang karena sudah lama ia tidak berbicara karena mengalami stress berat. Hani yang menunduk mulai mengangkatkan kepalanya dan melihat kearah oma. “Ibu, silahkan tanda tangan disini, karena passien harus segera di tangani” ujar perawat itu.

Nenek Hans menandatangi itu, dan operasipun di mulai. Hani yang terus menangis menyenderkan kepalanya di pundak oma Hans, terlihat oma hans yang terus menatap kearahnya yang sesekali mengusap rambut Hani, menujukan wajah yang seolah olah berbicara, sudah lama ia tidak merasakan perasaan sepeti ini sejak kecelakaan keluarga Hans ia tidak pernah membuka mulu untuk berbicara sepatah katapun, entah mukjizat dari mana sekarang itu telah melewati rasa stress itu dan kembali seperti normal.

Operasi berjalan dengan lancar, terlihat dokter keluar dari ruang operasi dengan tersenyum. Hani dan oma yang bergegas menemui dokter itu menanyakan bagaimana kondisi Hans, Merekapun pergi keruangan dokter.

“Alhamdulilah, Passien berhasil di selamatkan beliau hanya cedera sedikit di bagian tangan tulangnya retak, Jadi passien akan baik baik saja” Ujar dokter.
“Terimakasih dok, apakah sekarang sudah kami boleh melihat kondisinya?” Tanya oma Hans
“Maaf Bu, kalau sekarang belum bisa, passien harus istirahat untuk memulihkan keadaanya, mungkin besok pagi beliau sudah siuman dan bisa di jenguk. Terlihat oma yang memegang erat tangan Hani, mereka berdua keluar dari ruangan dokter. “Hani sekarang kamu ikut oma ya, temenin oma di rumah” ujar oma memintanya.  Hani menganggukan kepala yang bertanda mengiyakan.

Merekapun pulang, dengan perasaan yang masih terkejut dengan kejadian tadi Hani terlihat murung, oma yang terus berusaha menghibur Hani menceritakan semua kejadian yang pernah di ucapkan Hans, dari pertama saat ia menangani sampai ia jatuh hati kepadanya.

Hani yang mulai tertawa karena bincangan oma tentang Hans membuat hatinya semakin yakin akan pria yang di pilihnya. “Oma, apa Hans sudah membawa teman perempuannya kesini?” Tanya Hani dengan sedikit gugup karena pertanyaannya, “Belum pernah, Hans tidak pernah membawa seorang perempuan ke rumah, tapi kalau teman perempuannya Hans pernah mampir kesini” jawabnya, “Apakah perempuan itu bernama Angel?” Tanyanya lagi, “kok bisa tahu? Iya namanya Angel, tapi dia sudah meninggal hampir setahun ini” ujar oma, “Hah?, oh maaf oma” ucap Hani kaget,“Kenapa? Kamu kenal dengan Angel?” Tanya oma. Hani yang terlihat Shok mendengar berita tentang Angel hanya menganggukan kepala, dia tidak percaya akan kejadian itu dia sempat berpikir bahwa Hans akan berkencan dengan Angel.

“Hani? Apakah kamu tau bahwa Hans sangat menyukaimu?” ujar Oma, mendengar itu dari Oma tiba tiba DUG, DUG, DUG terdengar detak jantung Hani begitu kencang ia hanya tersenyum mendengar oma berkata seperti itu.

“Apakah kamu juga menyukainya? Tanya Oma, mendengar oma menanyakan hal itu Hani melihat ke arah wajahnya “Ah oma, apaan sih?” ujarnya sambil menahan senyum.
“Sudah sudah, oma ngantuk, oma tidur duluan yah selamat malam” ujarnya sambil memejamkan mata. Hani yang terus tersenyum dengan memejamkan matanya berharap esok hari menjadi lebih indah.
*
“Hans? Kamu sudah sadar nak” ujar Oma. Terlihat Hans yang membuka matanya perlahan, tiba tiba ia tersenyum “Oma, Hans dimana?” kata kata yang terucap dari mulutnya “Kamu di rumah sakit” jawab oma.

“Lalu dia siapa?” Tanya Hans menunjuk kearah Hani. Oma yang terlihat sangat kaget begitupun juga Hani seperti tidak percaya apa yang sudah dikatakannya.

“Hah? Apakah kamu tidak mengenalinya” Tanya oma. Terlihat air mata membasahi pipi Hani iapun keluar dari Ruangan Hans tiba tiba “Hei gadis buta yang mencintai dokternya” teriak Hans
Wajah sedih hani menghilang seketika dengan senyuman, kemudian ia membalikan tubuhnya kearah Hans “Hei” teriaknya sambil lari ke arah Hans lalu mencubit perut Hans dengan keras
 “Hani hani, sakit” Ucapnya sambil tertawa kemudian Hans memegang pipi Hani dengan kedua tangannya lalu mendekatkan ke arah wajahnya dan mengatakan “Aku juga mencintaimu” lalu mencium bibir Hani. Terlihat Hani memejamkan matanya lalu menjauhkan bibirnya dari Hans melihat Oma Hans yang menundukan kepalanya sambil tersenyum, hani merasa malu.

“Hans malu ada mertua” ujar Hani keceplosan. Hans tersenyum kearahnya “udah gak sabar ya?, oma di panggil mertua” Hani yang terlihat malu mencubit pipi Hans yang tidak berhenti tertawa.

Hans terlihat sangat senang begitupun juga Hani, Hari ini bahkan lebih indah dari yang mereka bayangkan. “Hans?” ujar Hani yang berbaring di samping Hans, “iya” jawab Hans yang menatap kearahnya. “Kenangan buruk itu seperti kegelapan di malam hari, Takan lama, takan diam dan yang pasti akan tergantikan oleh siang hari” ujar Hani. Hans tersenyum lalu memegang erat tangan Hani “Ayo kita keluar dari sini” Ujar Hans, “Hah? Kemana bukannya kamu masih sakit” tanyanya heran, “Hei kamu lupa ya, kalau aku itu dokter”ujarnya yang lagi lagi tersenyum “Aku tidak mau melewati malam tahun baru ini, Ayo kita kencan” ujarnya. Hani juga tersenyum dan menganggukan kepalanya “Ayo, kita keluar dari sini” bisiknya ketelinga Hans.

Mereka pun keluar dari kamar passien, Hani mendorong Hans yang duduk di kursi roda mengatakan “Dokter, ingat tidak waktu itu dokter mengajakku jalan jalan menggunakan kursi roda” ujar Hani, “Hm, aku sangat ingat jelas, kenapa?” tanyanya, “saat dokter mendorongku di kursi roda hati ini berdebar begitu kencang” ucapnya, “Benarkah? Pasti kamu tidak tahu, saya hampir pingsan saat melihat kamu tersenyum” ujarnya. Hani terlihat sangat senang mendengarnya, lalu ia berdiri tepat di depan Hans kemudian tersenyum “Seperti ini?” ujarnya sambil tersenyum. “Hei” ujar Hans yang juga ikut tersenyum lalu ia memoncongkan bibirnya sambil memejamkan matanya seperti hendak mencium Hani, tapi Hani mencubit pipinya dengan kedua tangannya dan berkata “Pak dokter, ini rumah sakit malu di liatin orang” Ujarnya sambil tertawa.
**
Detik demi detik mereka lalui dengan kebahagian melihat pesta kembang api yang di rayakan untuk menyambut tahun baru 2015 mewarnai kebahagian itu, Hani yang masih tidak percaya bahwa Dokter Hans lebih tampan dari yang ia bayangkan membuatnya terus tersenyum jika melihatnya.

Tiba tiba ia kepikiran dengan Angel “Hans? Apa yang terjadi dengan Angel” Tanya Hani. Hans yang duduk di samping Hani menatap kearahnya dan berkata “Hm, dia mengalami kecelakaan lalu lintas tepat di malam sebelum kamu meninggalkan rumah sakit” jawabnya, “Hah? Benarkah” tanyanya heran “terus dimana ia dimakam kan?” tanyanya lagi, Hani masih tidak percaya bahwa Angel pergi setelah ia melabraknya. “Ia di makamkan di Amerika, karena orang tuanya menetap di sana”jawabnya dengan pelan.

“Ayah pernah bilang, orang yang mendonorkan kornea kepada saya bernama Angel tinggal di Amerika, apa mungkin ini adalah mata Angel? Tanya dalam hati, tetapi walau begitu ia tetap sangat berterima kasih kepadanya, mungkin karena ini ia sulit untuk membecinya.

Hani merangkul tangan Hans ia menyenderkan kepala di pundaknya, Hans membalas rangkulannya menandakan ia saat ini sangatlah bahagia.

“Hani, Aku mencintaimu” ujar Hans, “Hans, Aku juga mencintaimu” ujar Hani. Mereka berpelukan dengan erat.

TAMAT.

Rabu, 20 Mei 2015

Angel Eyes Chapter 5

Penulis : Angga Setiawan




DEBARAN HATI? AKAN SEMAKIN TERASA SAAT TELINGA TAK MENDENGAR

RS Alameda Country. California, Amerika Serikat.

“Hani, apa yang kamu rasakan sekarang? Buka perlahan lahan kelopak mata kamu” ujar dokter.
Hani mulai membuka matanya sedikit demi sedikit. “Gelap dok, masih gelap”. Ujar Hani yang sedikit tegang.

“Ayo coba lagi, buka perlahan lahan”, dengan penuh semangat ia memberi semangat untuk Hani. Terlihat Ayahnya yang berdiri di samping dokter sedikit merasakan panik, karena ia sedikit takut jika terjadi kesalahan saat operasi.

“Ayah, itu Ayah kan?” ujar Hani dengan menyodorkan tangannya kepada ayahnya.
“Hani, kamu bisa melihat ayah? Sambil memegang tangan Hani. Hani yang menganggukan perkataan ayahnya mengeluarkan air mata. “Ayah hani bisa melihat lagi” sambil memeluk ayahnya. Terlihat ayahnya juga mengeluarkan air mata. Dokter hanya tersenyum melihat Ayah dan anak yang begitu bahagia, “Hani istirahat yang cukup ya, besok kalau kondisi kamu stabil kamu sudah bisa jalan jalan” ujar dokter yang melangkahkan kakinya keluar. “Tunggu dok” Ucap Ayahnya sambil mengikutinya keluar.

“Iya kenapa?”, tanyanya. “Terimakasih dok, sudah mempercayai Hani untuk bisa melihat lagi” ujar Ayah Hani. “Ah tidak apa apa, Hani pantas untuk menerima donor itu”.

Kalau saya boleh tau? Siapa pendonor kornea itu?” Tanya ayah Hani. “Oh iya, saya lupa memberitahunya, mari keruangan saya.

Mereka berduapun pergi ke ruangan Dokter Steve, Ayah Hani yang berjalan dengan wajah yang terus tersenyum seperti merasakan sesuatu yang sangat membuatnya merasa bahagia. Setelah sampai dokter steve mempersilahkan duduk kepada ayah Hani.

“Sebenarnya, kornea itu berasal dari Indonesia. Saat malam sebelum saya menghubungi anda terjadi kecelakaan lalu lintas, seorang wanita bernama Angel berumur sekitar lebih 2 tahun dari Hani terluka parah, ia meninggal saat dalam perjalanan menuju Rumah sakit, ketika seluruh anggota tubuhnya mengalami luka parah anehnya pada bagian mata sama sekali tidak mengalami cedera dan sangat baik untuk di donorkan, karena orang tuanya menetap di sini, mereka ingin memakamkan Angel di sini, orang tua Angel mempercayai Kornea mata Angel pada rumah sakit kami”.

“Oh, jadi seperti itu. Sekali lagi saya sangat berterima kasih dok” ujar Ayah Hani, Setelah itu Ayah Hani kembali ke kamar rawat hani dengan hati yang sangat bahagia.
*
“kamu masih belum bisa move on Sam dari cinta pertama yang gak jelas itu” ujar Nina salah satu perawat di rumah sakit sambil melihat Hans yang terlihat sedikit murung. Hans seperti tidak memperdulikan perkataan orang, ia percaya bahwa Hani akan menemuinya nanti sesuai janji dalam suratnya itu.

Hari demi hari ia lewati tanpa ada kabar sedikitpun dari Hani, tetapi ia tetap bertahan dengan hatinya itu. Melihat nama Hani di jendela yang tidak pernah ia hapus sedikit membuat ia tersenyum, senyuman pertama hani yang selalu membuat hatinya berdebar tak pernah terlupakan dalam benaknya, Hani benar benar sudah membuat dokter seperti dokter Hans terlihat gila. Surat dari hani yang selalu ia bawa kemanapun dan di baca terus berulang ulang bahkan kalimat terakhir dalam surat itu selalu hadir dalam mimpinya, “Hani aku juga sangat mencintaimu” Ujar hans dalam hati.
**
Beberapa bulan kemudian...
29, Desember, 2014, Hampir satu tahun Hani menggalkan Hans tanpa memberi sedikitpun kabar. Janji yang ia ucapkan dalam surat itu mulai di ragukan Hans, tulisan nama Hani dijendelanya pun sudah menghilang dengan sedirinya. Hans yang masih terlihat tabah tetapi dalam dirinya benar benar hancur mulai membukakan hatinya kepada orang lain untuk memasuki nya, namun ketika hatinya di paksakan untuk terbuka kepada orang lain rasa sakitlah yang ia rasakan, tanpa merasakan debaran dalam hati nya Hans hanya melampiaskan rasa sakitnya kepada wanita wanita yang menyukainya ia sangat sadar bahwa itu salah, tetapi apa boleh buat ia sendiri sudah tidak mampu menahan rasa rindu yang menyatu dengan rasa sakit itu.

Ketika dokter sedang berjalan di sekitar rumah sakit dengan telinga yang ia tutupi dengan Earphone dan mata yang terus melihat arah buku yang ia pegang tiba tiba hatinya berdebar begitu kencang, sangatlah sama seperti ia rasakan bersama Hani dulu, iapun menengok kebelakang terlihat seorang wanita berambut panjang tubuhnya sangat mirip seperti hani. walaupun melihatnya dari belakang ia yakin itu pasti adalah Hani. “Hani” ujarnya pelan, wanita itu terus melangkahkan kakinya sampai sampai seperti tidak mendengar perkataan Hans, saat Hans mau mengejar wanita itu tiba tiba. “Dok, ada passien kecelakaan, sekarang ada di UGD mari kesana dok”. Melihat sekali lagi ke arah wanita itu ia langsung lari “Ayo, selamatkan passien itu” ujar dokter Hans terburu buru.

“Permisi sus?” ucapnya menghampiri perawat itu, “iya, ada yang bisa saya bantu” seperti biasanya perawat selalu mengucapkannya dengan nada yang lembut. “Oh iya, apakah disini ada dokter yang bernama Hans?” Tanya hani

“Maaf, sepertinya disini tidak ada dokter yang bernama Hans, permisi” jawab suster itu lalu meninggalkan Hani.

Mendengar ucapan dari perawat itu seolah olah bencana sedang terjadi, Hani yang sudah mempersiapkan segalanya untuk bertemu Hans kandas, rasa bersalah karena telah pergi sebelumnya dan hanya meninggal selembar surat terus berputar di dalam benaknya.

 Langit bersinar terang siang ini, Hani yang sedikit bahagia karena bisa melihat silaunya matahari membuat ia teringat dengan kegelapan yang pernah ia alami, ia bersyukur karena tuhan masih memberinya kesempatan untuk bisa menyaksikan betapa indahnya ciptaan tuhan.
*
“Dokter Hans? Ucap seseorang yang berlari ke arahnya, “Rammon” ujar dokter Hans yang melihat kearahnya, Rammon yang menghampiri hans kemudian ia memeluknya “Lama tidak bertemu Hans” ujarnya.

Rammon adalah sahabat Hans saat masih sekolah SMA, ia termasuk salah satu temannya yang sangat pintar tetapi karena sifatnya yang pemalas ia tersaingi oleh Hans.

“Iya, loh? Kamu sedang apa disini, apa ada keluarga kamu yang di rawat disini?” Tanya Hans, “ia Hans, nenek saya pingsan jadi saya bawa kerumah sakit, oh iya kenapa ya Hans? Saat saya bertanya tadi kesalah satu seorang perawat disini menanyakan dokter Hans tidak ada yang mengenalnya” tanyanya heran. “oh itu, saat pengrekrutan karyawan baru disini, orang orang mulai memanggil saya dengan sebutan dokter Sam, Hanung Samtiago.

“oh, ternyata itu sebabnya mereka tidak mengenali dokter Hans” ujar nya yang sambil berjalan bersama dokter Hans. “oh iya Hans, tadi saat aku dari Toilet ada seorang perempuan yang juga menanyakan dokter Hans”. Ujarnya lagi

“Benarkah?” kata kata yang ia ucapkan dengan nada terkejut, apakah itu Hani? Pikiran kecil dengan penuh beharap bahwa itu adalah Hani. “Apakah ia masih ada di sekitar sini, terus ciri cirinya seperti apa” Tanya Hans

“Mungkin saja, karena belum lama saya melihatnya. Hm, orangnya cantik, rambutnya panjang, putih pokoknya top” ujarnya. Hans yang mulai yakin bahwa itu adalah Hani, lalu ia memegang pundak Rammon dengan kedua tangannya ia berkata “Sebentar ya” ujarnya yang kemudian lari
“Hei, semangat” teriak Rammon yang sepertinya mengerti kondisi Hans.

Ujung dari ujung telah ia telusuri ternyata tidak ada tanda tanda bahwa Hani ada di sekitar sini, apakah Hani sudah pergi dari sini? Dengan memegang kepalanya dengan kedua tangan yang sesekali ia gesekan, ia benar benar berharap bahwa itu adalah Hani.



Minggu, 17 Mei 2015

Angel Eyes Chapter 4

Penulis : Angga Setiawan





JIKA AKU MEMBENCIMU, APAKAH HARUS ? AKU MENYAKITIMU

“Hani…, ? Apa yang telah terjadi” Ucap Ayahnya yang lari dari pintu lalu mendekati Hani. Hani yang menggelengkan kepala sesekali menjambak rambutnya sendiri, “Katakan sama Ayah, Siapa yang sudah buat kamu seperti ini, “ Ayah.” Ucapnya sambil menangis dengan sesekali menjerit, Ayahnya pun memeluknya dan berkata “Sabar nak, Ayah pasti akan menemukan siapa yang sudah membuat kamu seperti ini, dan mulai sekarang ayah janji tidak akan meninggalkan Hani sendirian la. Hani yang terus menangis memeluk erat Ayahnya.
*
“Brug” suara pintu Mobil, Angel yang sangat marah masuk kedalam mobil dengan membanting pintunya, “Sial” ucapnya sambil menyalakan mesin mobil.
 Kemudian Hpnya berdering, tanda panggilan masuk dari dokter Hans, dia tidak berani untuk mengangkatnya karena kejadian tadi. Dalam perjalanan ia terus terbayang dengan Tulisan yang ada di jendela rumah Hans, dia sangat benci sekali dengan nama yang tertulis di jendela itu. “Apakah Hans benar benar sudah menyukai wanita buta itu?” pertanyaan dalam benak pikirannya, “Tidak, itu tidak akan mungkin terjadi” sambil menggelengkan kepala. Tangannya yang masih memegang stir sesekali memukul stir dengan keras, ia tidak sanggup jika itu benar benar terjadi. Kecepatan mobil yang terus ia naikan tidak membuatnya tersadar bahwa itu sangat berbahaya, tiba tiba ada sebuah mobil yang maju berlawanan arah tepat di depan mobilnya karena kecepatan mobil Angel sangat tinggi ia tidak mampu mengendalikan itu dan akhirnya terjadi kecelakaan, Mobil angel yang hancur berkeping keping karena menabrak mobil di depannya membuat Angel terluka parah, beberapa mobil ambulance dan polisi pun datang ke lokasi tersebut, karena saat itu Angel sudah tidak sadarkan diri.
**
“Syukur deh, kalau anak itu beneran tidak jadi mampir, Hari ini benar benar melelahkan baru jam segini kantung mata sudah terasa berat” Ucap Hans sambil duduk di atas Kasur tiba tiba teringat “Swaa” penangkal mimpi buruk yang di berikan oleh Hani, ia tersenyum dan menirukannya sambil memikirkan Hani “swaa” selamat malam mimpi indah ya Hani”. Ucapnya sambil memejamkan mata. Hans tertidur pulas karena tidak takut lagi dengan mimpi itu, ia sangat berharap memimpikan hal yang indah bersama Hani.

Hani yang masih lemas karena kejadian tadi mulai memikirkan siapa wanita itu? Ia pernah mendengar bahwa dokter tidak mempunyai pacar apalagi tunangan tetapi dari suara sepatu itu sepertinya ia mengetahui siapa dia. “Angel” apakah mungkin dia itu Angel, sebelum dia kenal dengan Angel, Hani tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti ini dari orang lain. “Ya benar, itu pasti Angel, tapi bagaimana dia tahu perasaan saya? Apakah sangat terlihat”. Ujarnya dalam hati,
sejak kejadian tadi memikirkan sang dokter adalah sesuatu yang sangat mengerikan bagi Hani. “Ayah, Hani ingin pulang” Ujarnya sambil menggenggam tangan Ayahnya yang sedikit tertidur. “Oh, iya nak besok kita pulang” Jawabnya, Melihat luka Hani yang sudah mulai membaik dan Jiwanya yang sudah mulai menerima keadaan.Waktu menunjukan pukul 05 : 00 tepat, permintaan Hani agar pulang sepagi mungkin. Ia bersama ayahnya pulang menggunakan taksi udara yang sangat dingin mengiringi mereka di perjalanan. Alasan Hani karena ingin pulang pagi adalah karena ia tidak ingin bertemu dengan dokter Hans lagi, ia akan berusaha untuk menghindarinya dan melupakan perasaannya.
*
Bunyi Alarm mulai berdering, menunjukan waktu pukul 07 : 00 pagi membangun kan sang dokter dari mimpi indahnya “rasanya aku tidak ingin bangun dari mimpi ini” ucapnya dalam hati, mata yang masih berat ia usap dengan tangan, kaki yang masih lemas ia langkahkan ke kamar mandi.

 Mungkin jika ia tidak ingin melihat hani, Hari ini ia ingin menggunakan cuti nya karena ia hanya ingin bermalas malasan di hari ini. “Untungnya ada kamu Hani, yang selalu membangkitkan semangat saya” Ucapnya sambil tersenyum menghadap kaca.

karena ia sudah rapi dan siap, ia pamit kepada oma nya dan masuk kedalam mobil menancapkan gas menuju rumah sakit. Setelah sampai di rumah sakit ia menerima kabar tentang Angel bahwa ia mengalami kecelakaan maut, Angel yang sangat terluka parah meninggal dalam Ambulance saat menuju rumah sakit. “Angel, innalilahi wa innalilahi rojiun mungkin karena kecelakaan ini ia tidak jadi mampir ke rumah saya tadi malam” Ucapnya dalam hati.

“Sekarang mayatnya di rumah sakit mana?” Tanya Hans kesalah satu perawat. “Saya juga kurang jelas dok, setau saya karena keluarganya menetap di Amerika mereka ingin memakamkan Angel di sana, pukul pagi tadi Angel di berangkatkan” Ucap perawat itu. Hans yang sedikit kaget melangkahkan kakinya menuju kamar rawat Hani, ia berniat untuk memberi tahu bahwa Angel sudah meninggal, “Perasaan baru kemarin saya bertemu dengannya lagi, ternyata itu adalah awal dari perpisahan” ucapnya dalam hati.

Membukakan Pintu kamar nomor 111 ia terkejut, karena keadaan kamar tersebut sudah di bersihkan dan di kosongkan. Terlihat seorang suster yang sedang membersih kan, “Sus passien di ruangan ini di pindahkan kemana ya? Tanya dokter Hans, “Oh, passien yang bernama Hani sudah di pulangkan sejak tadi pagi, memangnya dokter tidak tahu?” jawabnya sekaligus menanyakan “Tidak, saya baru sampai disini dan belum menerima laporan apapun” jawabnya, “mereka sudah membayar biaya rumah sakit dan Hani juga ingin pulang jadi kami tidak ada alasan untuk tidak memperbolehkannya pulang” jawabnya sambil keluar dari ruangan itu.

“Hani, kenapa pulang tanpa pamit kepada saya, apa mungkin saya harus kerumahnya untuk mengechek kondisinya, Sore ini harus datang kerumahnya” ucap dokter Hans dalam hati. Dokter Hans yang tadinya semangat sekarang seperti kehilangan penyemangat hidupnya, tugasnya sebagai dokter yang biasanya cepat dan sigap mengobati passien sekarang seperti bermalas malasan tidak sedikit passien yang complain hari ini. 1 detik, 2 detik, 3 detik ia terus menghitung waktu agar bisa segera menemui Hani.
Hari yang sangat berat berhasil ia lewati walaupun tidak bergairah, saat detik detik waktu akan pulang semangatnya seperti kembali, bahkan sebelum jam 05 waktu pulang ia sudah berada di dalam mobil. Akhirnya sekarang ia akan menuju rumah Hani, stengah jam ia lewati dalam perjalanan yang sedikit macet ia terus tersenyum bahagia karena akan bertemu seseorang yang sangat ia rindukan hari ini.

Setelah sampai, rumah hani terlihat begitu sepi. Ia turun dari mobil dan mencoba mengetuk pintu rumahnya “Permisi, Permisi” tidak ada jawaban sedikitpun. kemudian ada seorang ibu ibu yang mendekati sang dokter, ibu ibu berusia sekitar 35 tahun yang sepertinya tetangga sebelahnya hani. “Maaf, mas cari Hani ya?” Tanyanya sambil mendekat, “Oh, iya bu, kira kira mereka kemana ya?” jawab hans sambil menanyakan, “ siang tadi Hani dan ayahnya berangkat ke amerika katanya dia akan berobat di sana, apakah mas ini Dokter Hans?” tanyanya. “iya Bu saya Hans, Hani adalah passien saya di RS Cipto” jawab Hans, “Oh, waktu Hani akan berangkat tadi, ia menitipkan ini kepada saya, untuk memberikannya kepada pak dokter jika bapak mencarinya” sambil memberikan selembar surat, “Oh iya bu, terima kasih ya” ucap Hans.

Hans yang masih tidak percaya atas kepergian mendadak Hani, ia berjalan menuju mobil dengan menundukan kepalanya. Di dalam mobil ia membuka surat itu.
*
SURAT UNTUK DOKTER HANS

Dear Dokter Hans. Saya tidak tahu apakah surat ini akan sampai atau tidak kepada pak Hans, saya tidak tahu bagaimana caranya saya bisa menulis surat ini tanpa bantuan orang lain. Tetapi setelah memikirkan dokter, saya bisa menulis ini dengan perasaan saya.

Dok saya sangat berterima kasih kepada dokter karena sudah mau merawat saya dengan baik.
Dok saya minta maaf karena tidak bisa berpamitan langsung dengan pak dokter, saat kami sampai di rumah, Ayah menerima telpon dari temannya di amerika, katanya saya akan bisa melihat lagi, saya sangat senang mendengarnya begitupun juga ayah. Ayah tanpa berpikir 2 kali menyiapkan segalanya supaya kami berangkat ke amerika.

Jujur saja saya sangat menyukai dokter,  walaupun saya belum pernah melihat dokter, saya tau itu salah. Tapi saya tidak bisa berbuat apapun, jantung saya selalu berdebar ketika bersama dokter.
 Tapi saya rela kalau dokter bersama Angel, semoga kalian berdua bisa bahagia.
Saya janji, saat saya bisa melihat lagi orang pertama yang ingin saya temui adalah dokter Hans
Aku mencintaimu. HANI..






Sabtu, 16 Mei 2015

Angel Eyes Chapter 3
Penulis : Angga Setiawan





TAKDIR? SEBUAH KEBETULAN YANG MISTERIUS

Hani…..” teriaknya dengan nafas yang masih terengah engah ia membuka mata, melihat neneknya tertidur pulas di sampingnya ia menyadari bahwa itu hanyalah mimpi. Hujan deras dengan angin kencang terlihat jelas dari jendela yang terbuka.

“ah, ternyata cuma mimpi” ujarnya dalam hati sambil merapikan selimut nenek nya. “Oma, Barusan aku mimpi buruk, kuharap itu benar benar hanya sebuah mimpi” sambil mengelus ngelus kening Oma. Ia pun berdiri dan berjalan kearah jendela yang terbuka “Hujan turun dengan sangat tenang dan damai walaupun mereka tidak tahu seberapa sakitnya setelah jatuh kebumi, ku harap Hani malam ini mimpi indah.

 H A N I, Huruf yang ia tulis di jendela yang sedikit basah. Kemudian ia menutup rapat jendela dan kembali ke kamarnya. “Mimpi indah Oma” ujarnya sambil menutup pintu kamar oma.
Jam menunjukan pukul 1 dini hari, sulit baginya untuk melanjutkan tidur karena selalu terbayang bayang mimpi yang mengerikan itu, tetapi dia berusaha untuk memejamkan matanya dan berharap di pagi hari ia lupa dengan mimpi semalam.

Bunyi Alarm berdering, memberontak kelopak mata untuk segera terbuka, sungguh pagi yang membosankan seperti baru beberapa detik ia memejamkan mata tetapi sekarang ia harus segera bangun. Memikirkan entah bagaimana nasib passien passien itu jika ia tidak segera beranjak dari tempat tidur dan bersiap siap menuju rumah sakit.
“Hani”. Tetapi setelah ia memikirkan Hani, timbul rasa semangat dalam dirinya dalam sekejap ia beranjak dari tempat tidurnya.
*
“Hani” ucap ayahnya sambil membangunkan Hani yang tertidur dengan mata terbuka, “bagaimana sekarang kondisi kamu? Maukan pulang sama Ayah, kamu disini hanya buang buang waktu, kamu tidak akan sembuh kecuali ada yang mau mendonorkan matanya untuk kamu”. Ujarnya, mendengar itu Hani terbangun dengan posisi duduk dan terus mengeleng gelengkan kepalanya. “Hei apa kamu tidak ingin pulang?” Tanyanya, ia terus menggeleng gelengkan kepalanya. “ok baiklah jika kamu ingin terus seperti ini, Ayah pulang”.

Hani yang memeluk erat kedua lututnya menundukan kepala, ia sedang menunggu seseorang, seseorang yang sudah ia anggap sebagai malaikat penolongnya, ia merasakan saat berada di samping malaikat itu seperti menemukan cahaya terang yang mampu membuat dia merasakan kembali betapa indahnya dunia ini.

“Hani” ucap dokter Hans, Hani merubah pandangannya seolah olah dia sedang menatap seseorang yang telah memanggil namanya “ Dokter” Ujar Hani, Dokter Hans menghampiri Hani dan duduk di sebelahnya “Kamu kenapa Hani?” tanyanya. Hani yang masih erat memeluk lututnya hanya menggelengkan kepala.

“Hani, apa kamu pernah mengalami mimpi buruk, sampai sampai jika teringat terasa begitu mengerikan” tanya dokter Hans. “Pernah, bahkan terasa sakit jika mengingatnya” jawabnya. “saya semalam bermimpi buruk” tutur dr Hans. “Memangnya semalam apa yang di mimpikan dokter, sampai sampai terdengar begitu mengerikan” Tanya Hani. “bukan apa apa, itu hanya mimpi biasa” jawabnya pelan.

Kemudian Hani merubah posisi duduknya sehingga berhadapan dengan dokter Hans, lalu ia mengangkat tangannya dengan posisi mengepal  tepat di depan wajah sang dokter dan berkata “swaa”, kata kata yang dia ucapkan sambil melebarkan jarinya perlahan, Dokter Hans hanya terdiam membisu tanpa ada sepatah katapun keluar dari mulutnya, jantungnya berdebar kencang dan tak mampu menatap Hani.

“Sekarang dokter tidak akan merasa takut lagi dengan mimpi itu karena aku sudah menghapusnya” ucapnya dengan balutan senyuman manis di wajahnya. Dokter Hans tersenyum dan mencubit pipi Hani dengan kedua tangannya. “Dokter, sakit tau” kata kata spontan dari mulutnya mereka berdua tertawa.

“Mau keluar tidak? Jalan jalan sebentar menghirup udara segar.” Tanya dokter, Hani hanya menganggukan kepalanya. Dokter Hans menyiapkan kursi roda dan merekapun pergi menuju taman Rumah sakit.

“Dokter, entah kenapa saat aku bersama dokter aku merasakan ada cahaya terang, yang membuatku tidak takut walaupun dalam kegelapan. “Benarkah?” ujar dokter sambil menatap ke arah Hani. “Hm, mungkin jika aku bisa melihat lagi, orang pertama yang ingin aku lihat adalah dokter” ujarnya sambil tersenyum. Dokter Hans tersenyum, ia merasakan kebahagian yang luar biasa.

Tok tuk, tok tuk, tok tuk, terdengar suara sepatu yang sangat jelas di telinga, dokter Hans pun menengok kebelakang. “Hans” teriak seseorang yang melambaikan tangan kearahnya, seorang wanita berambut pendek dengan kacamata hitam yang menempel di atas matanya membawa tas dengan menggunakan sepatu berwarna merah “Angel?” teriak Hans.

Wanita itu datang menghampiri mereka “Sejak kapan kamu disini, apa ada keluargamu yang sakit’’ Tanya Hans, “Tidak aku baru pulang dari amerika, aku dengar kamu menjadi dokter di rumah sakit ini, jadi aku iseng ingin bertemu kamu”jawabnya, “oh iya, Hani ini teman aku di SMA dulu dan Angel ini Hani passien aku” tuturnya mengenalkan. “Hallo Hani, saya Angel” sambil menyodorkan tangan.

Hani hanya menganggukan kepala dan berkata “Hai Angel, saya Hani” Jawabnya, “Hans dia buta?” Tanya Angel yang sedikit berbisik. “Dokter Hans hanya menanggukan kepala.

“Hans nanti malam kamu ada acara tidak?” Tanyanya, “tidak, memangnya kenapa?”jawabnya sekaligus menanyakan. “enggak, saya mau ajak kamu diner, sekalian reoni” ucapnya sambil mencari sesuatu di tasnya, “Gimana ya, Oma saya sendirian di rumah, tidak enak, siang aku tinggal kerja masa malam malam aku tinggal juga, next time ya” ujar Hans, “Ya sudah aku minta nomor kamu Hans” ucapnya sambil mengasihkan Hp kepada Hans.

Dokter Hanspun memberikan nomor handphone nya, terlihat Hani yang diam tanpa kata menundukan kepala. “Ya sudah, saya tinggal dulu ya, bye” ucap Hans sambil mendorong kursi roda Hani
Mereka kembali ke kamar rawat Hani, Hani yang tidak berkata apapun dari tadi mulai membuka mulutnya “Dok, sepertinya wanita tadi cantik ya” ujarnya
“tidak, dia biasa saja sama seperti teman temanku yang lain” jawabnya, setelah mereka sampai Hani duduk di samping tempat tidur, mengayunkan kedua kakinya nampak sedang memikirkan sesuatu “kenapa?” Tanya dokter Hans, Hani hanya menggelengkan kepala. Setelah merapikan kamar, dokter Hans keluar.
**
“Assalammualaikum, aku pulang”. Terlihat oma yang membukakan pintu dengan pelan melihat kearah Hans. “Oma, Hans bawa martabak kesukaan oma” ujar Hans.

Terlihat omanya tersenyum “Ayo kita masuk” Ucap Hans sambil merangkul tangan omanya dan menutupkan pintu. Hans yang sedang menyiapkan piring dan sebotol air melihat Omanya begitu gembira setelah ia belikan martabak kesukaannya “Kapan ya terakhir kali aku membelikannya martabak” kata kata yang di ucapkan dalam hati, Tiba tiba Hp berbunyi tanda panggilan masuk dari nomor yang tidak di kenal “ Halo? Dengan siapa?” Hans menjawabnya, “Halo Hans ini Angel, kamu dimana?” Tanyanya dalam panggilan itu, “oh, Angel kenapa ya? Saya di rumah baru pulang” jawabnya yang sedikit bete, “Hans aku boleh mampir gak? Lagi di jalan arah rumah kamu, boleh kan?” ujarnya dengan penuh percaya diri, “Iya udah mampir saja, saya tutup ya mau ke toilet” ucap Hans sambil memberikan piring dan sebotol air itu  “Oke” jawabnya lalu menutup telepon.
*
“Kira kira, Dokter sekarang lagi ngapain ya?” ucap Hani dalam hati. Hani yang terus memikirkan sang dokter, “Dokter, apakah wanita buta sepertiku pantas untuk menjadi kekasihmu?, mungkin menyukaimu saja aku sudah salah, lalu bagaimana dengan perasaanku ini? Aku bingung ya tuhan”. Ucapnya dalam hati. Kemudian ayah hani datang dengan membawa bungkusan. “Hani” Ujarnya “Ayah bawa martabak kesukaan kamu” ucapnya yang menghampiri Hani dan duduk di sampingnya yang sedang berbaring. Hanipun bangun dan tersenyum “benerkah? Terimah Ayah” ujarnya. Hani Ayah ke kamar mandi sebentar ya, kamu habiskan martabaknya.” Ucap ayahnya dan pergi ke kamar mandi.

Kemudian terdengar suara seseorang yang sedang berjalan Tok tuk, tok tuk, tok tuk. Pintupun terbuka yang bertanda seseorang sedang menghampiri Hani. “Siapa itu? Ayah?” ucapnya merasa heran, ia seolah olah mengelali suara itu, jelas bukan ayahnya ini adalah suara sepatu perempuan. Wanita itu datang dan melemparkan martabak yang akan di makan hani, ia berkata “Dasar perempuan buta gak tau diri, seharusnya lo itu ngaca apa pantesnya coba lo sama dokter Hans, Inget ya jangan sekali kali lo deketin dia, karena dia adalah tunangan gw” Ucapnya kasar.  Hani yang diam tanpa mengatakan apapun tubuhnya bergetar ketakutan, ia memeluk erat lututnya dan menundukan kepala, air mata yang tak terbendungpun membasahi pipinya. “Inget ya? Kalau sampai saya liat kamu berani mendekati Dokter Hans bukan hanya mata kamu yang cacat tapi kedua kaki kamu juga akan saya buat menderita”. Ucapnya yang sesekali menjambak rambut hani, setelah itu ia pergi meninggal kan Hani


Kamis, 14 Mei 2015


Angel Eyes Chapter 2

Penulis : Angga Setiawan



MIMPI BURUK? SESUATU YANG TIDAK NYATA NAMUN MENGERIKAN

“Hallo? Dengan siapa? Panggilan kembali terputus. Dokter Hans kembali memejamkan mata dengan menghela nafas

Awan hitam menutupi langit sore ini, sepertinya hujan akan turun deras malam ini, melihat ke arah langit yang gelap mengingatkan sesuatu tentang Hani yang mungkin kali ini tidak bisa menyaksikan betapa mengerikannya langit mendung di sore hari.

Hani yang terus berbaring di temani ayah nya nampak kaku, saya sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi, saya sebagai dokter sangat mengetahui kapasitas saya yang tidak mungkin bisa mencampuri urusan pribadi mereka.

Hani?. Ujar ayahnya yang nampak kaku, “Maafkan ayah kemarin ayah tidak bisa temani hani disini”. Hani diam membisu tanpa sedikitpun merespon ayahnya. Kemudian handphone berbunyi dengan nada dering JKT48, ayah Hani segera keluar dari ruangan passien. “Halo sayang? Sekarang kamu dimana?” terdengar dengan jelas suara dari si penelphone. Ayah Hani menjawab “Aku lagi di rumah sakit, nanti ku telphone balik” dengan suara pelan yang sesekali menengok ke belakang.

“Sepertinya Ayah hani sudah mempunyai perempuan lain di saat Hani mengalami hal seperti ini”. 
Pikiran Hans yang berkata dengan mata yang menyaksikan jelas kejadian itu. Rasa simpatik dari dokter Hans pun mulai tumbuh, pikirannya terus tertuju pada hani, membayangkan senyuman pertama yang diberikan oleh hani sesekali membuat dokter Hans ikut tersenyum.                                

“Assalammualaikum, Aku pulang.” Teriak Dokter Hans di depan pintu, Sesosok perempuan tua yang menggunakan pakaian serba hitam dengan leher yang di selimuti dengan shall berwarna merah membukakan pintu. “ Oma, Aku pulang” Hans menatap perempuan yang ternyata Neneknya itu dengan senyuman tetapi tidak sedikitpun ia merespon hans, Hans dengan sigap mencium tangannya lalu masuk kedalam rumah.

 Sejak kedatangan Hans tak sepatah katapun keluar dari mulut Oma, ia hanya sesekali menatap Hans penuh heran seolah olah tidak mengenali sang Dokter yang tampan dan rupawan itu. “Oma, sepertinya malam ini akan turun hujan, apa oma sudah makan?”. Oma hanya menganggukan kepala menandakan bahwa ia sudah memakan sesuatu, “Oma sekarang istirahat ya, Hans mau mandi” tutur Hans dengan menuntun omanya kedalam kamar.

Seusai mandi Hans kembali ke kamar Oma nya dengan memegang buku ia duduk di samping Oma yang sedang berbaring. “Oma, Oma pernah tidak, saat dekat dengan seseorang Hati oma berdebar kencang tidak seperti biasanya” ujar Hans sambil melihat kearah oma. “Oma, sepertinya aku menyukai seseorang, tetapi aku tidak yakin dia akan menyukaiku. “Ujar Hans yang ikut berbaring bersama omanya. Lagi lagi Oma tidak merespon Hans sama sekali.
“Oma, malam ini izinkan Hans tidur dengan oma ya”. Ujarnya dengan kedua mata tertutup dengan buku yang di peluk erat diatas perutnya.

“Dokter, passien di kamar 111 menghilang”. Ujar seorang suster yang tergesa gesa lari ke arahnya. “Hani?”. Ia langsung menuju ruangan itu, terlihat tidak ada siapapun di dalam ruangan itu beberapa dokter dan perawat lari tergesa gesa mencari passien buta yang hilang, mencari keseluruh tempat di rumah sakit ini tidak membuahkan hasil rupanya hani benar benar melarikan sudah diri dari rumah sakit ini.

Dokter Hans yang masih belum bisa merima dia tetap mencari Hani, dengan nafas yang terengah engah dia terus mencari, kemudian ia terpikir CCTV.

Mungkin mustahil bagi Hani bisa melarikan diri dari tempat ini, lalu apakah ia di culik?, pikiran pikiran aneh mulai terbayang olehnya tanpa ragu ia menuju ruangan CCTV.

“Maaf bisakah saya melihat rekaman CCTV kemarin sekitar jam 5 sore di kamar nomor 111”. Ujar dokter Hans, “ iya dok” jawab karyawan cctv itu. Terlihat jelas Hani yang di Tarik paksa oleh ayahnya untuk meninggalkan rumah sakit, Hani yang menuruti perkataan ayahnya berjalan seolah olah ia bisa melihat kemana ia akan melangkahkan kakinya itu dan anehnya tidak ada satupun orang yang menyadari. Hani benar benar telah pergi, dokter hans tidak kehabisan akal untuk masalah ini bukan karena Hani yang pergi tanpa membayar sepeserpun tagihan rumah sakit tetapi ia cemas, apa yang akan terjadi pada Hani?

“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif” adalah jawaban saat ia mencoba menghubungi ayah nya, ia terus mencoba menghubunginya tetapi tidak membuahkan hasil, sepertinya ayahnya telah mengganti nomor ponselnya. Dokter Hans pun mencari alamat Hani dari daftar Passien.
Jln Delima, no  27, klender, Jakarta timur. Adalah alamat yang ia dapatkan, tetapi dengan banyaknya passien yang terus berdatangan apakah ia akan di izinkan untuk mencari Hani? Mungkin ia harus menunggu jam pulang, karena ia harus menyelamatkan orang orang yang lebih membutuhkan jawabannya adalah karena ia seorang dokter.
Pukul menunjukan lewat 05 : 00 ia bergegas merapikan meja kerjanya dan bersiap siap menuju rumah Hani, dengan mobil Sedan berwarna silver ia menancapkan gas dengan kecepatan tinggi, sebagai seorang dokter ia lupa akan keselamatannya karena terus mencemaskan Hani, Ini adalah pertama kali nya dokter Hans memperlakukan passien seperti ini.

Rumahnya terlihat indah, walaupun tidak besar tetapi rasanya begitu nyaman untuk di tempati. Akhirnya Hans menemukan rumah Hani, ia memarkirkan mobilnya tepat di halaman rumah itu yang kebetulan dekat dengan jalan.

Permisi?, ucap dokter Hans sambil mengetuk pintu, “Permisi?” lagi lagi tidak ada jawaban, sepertinya mereka tidak ada di dalam, dokter Hans melihat lihat sekitar rumah hani. Terlihat seorang wanita berambut panjang sedang bermain ayunan yang menghadap membelakangi dokter Hans, “Apakah itu Hani? Lalu kenapa ia sendirian? Dimana ayah nya?”. Langkah kaki yang tidak bisa ia tahan terus mendekati perempuan itu.

“Hani…..” kata kata keluar dari mulut dokter Hans, wanita itu merespon seolah olah mengenali suara dokter Hans dengan menengok kebelakang ia mengatakan “Dokter?, apakah itu dokter?”ujarnya sambil meraba raba sekitar. Ternyata benar wanita itu adalah Hani, wajahnya terlihat sangat pucat, dengan rambut yang di uraikannya sedikit berantakan sehingga menutupi sebagian wajahnya.
Dokter Hans lari kearahnya “Hani? Kenapa kamu pergi”. Ucap dokter Hans sambil memegang tangannya “Dokter, maafkan Hani”. Ujarnya sambil menggenggam erat tangan dokter dan sedikit air mata membasahi pipinya “Kenapa?” tanyanya lagi.

Dia hanya terdiam dengan menundukan kepala, tangan dokter yang masih dalam genggamannya perlahan lahan ia lepaskan.

“Tidak apa Hani kalau kamu tidak mau menjawab, sekarang kenapa kamu sendirian? Apa kamu tidak takut?” ucapan dokter Hans dengan nada cemas, Hani hanya menggelengkan kepala. Melihat air mata yang mengalir di pipinya, dokter Hans mengusapnya “Jangan menangis, ayo senyum” ucap Hans “Karena…..” Hani memotong perkataan dokter Hans
“ Jika kamu tersenyum, satu masalah dalam hidup kamu akan hilang” ujar Hani melanjutkan, dengan senyum manis di wajahnya membuat dokter Hans ikut tersenyum. Kemudian ia mencubit kedua pipi Hani dengan rasa gemas. “Haduh… dok sakit” kata kata yang spontan keluar dari mulut Hani lalu ia pun tertawa.

“Haniiiiiiii”. Teriak seorang pria dari jauh yang ternyata Ayahnya. Ia mendekati Hani dan menarik lengannya “Ayo masuk” ucapnya dengan nada tinggi menyuruh paksa Hani masuk. “Dok Dokter” kata kata yang keluar dari mulut Hani dengan tangan yang masih menggenggam erat tangan dokter air matanya pun kembali keluar. “Pak tolong izinkan saya berbicara dengan Hani” Ucap dokter Hans meminta mohon.

Tangannya pun terlepas ia mendorong Hani masuk sampai Hanipun terjatuh “Saya akan melunasi semua tagihannya dan tolong jangan temui anak saya lagi” ucap ayahnya kesal sembil menutupkan pintu.

“Hani, Hani, Hani” sambil terus mengetuk pintu rumahnya.  Air matanya pun keluar sesekali ia berteriak menyebutkan nama Hani, kedua lututnya pun tak bisa menahan dan Rapuh.



Sabtu, 09 Mei 2015

Angel Eyes



LANGKAH BAYI? LANGKAH PERTAMA SAAT BELAJAR MENCINTAI

Judul : Angel Eyes
Penulis : Angga setiawan
Editor : Ricki, Suhendra


1 januari 2014 Di rumah sakit Cipto, Rumah sakit terbesar dengan dokter yang sangat berkualitas mampu meraih sebanyak 10. 000 passien pertahunnya, karena kualiatas kerjanya mampu memberi semangat kepada passien untuk sembuh. Dr  Hans adalah salah satu Dokter andalan rumah sakit ini dia sudah mendapatkan beberapa penghargaan di usia mudanya. Wajahnya yang tampan membuat para passien nyaman bila di tanganinya. Dengan kepintarannya iya bagaikan sesosok malaikat penolong yang senantiasa memberikan layanan kesehatan yang sangat optimal.“Dok, gimana passien ini” tanya perawat, sambil merapikan tempat passien. “nenek tua ini baik baik saja, dia hanya kelelahan karena kurang beristirahat” jawab dokter. Kemudian dokter keluar dari kamar passien.

“Darurat dok, ada passien kecelakan lalu lintas terluka parah di bagian wajah” ujar seorang perawat. “cepat siapkan ruangan operasi” siap dok. Seorang wanita muda berumur 22 tahun mengalami kecelakaan tunggal tepat di depan area Rumah sakit.

Setelah operasi selesai terlihat seseorang yang sedang menunggu hasil operasi. “Gimana dok operasinya?” Tanya orang itu “Operasinya berjalan lancar, anda walinya? Bisakah ikut keruangan saya?”jawab dokter.  “Iya saya orang tuanya”.

“Jadi begini pak, passien terluka parah di bagian mata kami minta maaf, kemungkinan harapan passien untuk bisa melihat kembali sangatlah kecil.” Terlihat mimik wajah orang tua passien membisu tanpa ada sepatah katapun keluar. “Tapi kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk memulihkan kondisi passien apapun yang terjadi.”ujar Dokter menenangkan, “Dok, apakah saya bisa mendonorkan mata saya untuk Hani” tuturnya dengan pelan, Hani adalah satu satunya keluarga yang saya punya ibu nya telah meninggal dunia saat usianya masih dini bahkan sekarang ia baru menyelesaikan kuliahnya, saya tidak tahu bagaimana perasaan hani jika iya sadar dan tahu bahwa iya tidak bisa melihat lagi”.

“Maaf pak, Sepertinya tidak bisa, Hani memerlukan kornea mata seusianya bahkan jika mungkin bapak mendonorkannya itu hanya akan menjadi permasalahan baru bagi bapak dan Hani”. Kemudian bapak itu keluar dari ruangan dokter dengan penuh harapan agar tidak terjadi sesuatu kepada Hani.

Keesokan harinya. “Ayah?”kata kata yang keluar dari mulut Hani “ iya nak ayah disini”. sambil memegang erat tangannya. “Gelap, gelap, gelap,” ujar hani dengan mengganti posisi tidurnya. Kemudian Ayah memeluknya. “sabar nak ayah disini” Air mata yang tak terbendung pun keluar, “Ayah, kenapa  Ayah menangis, apa yang telah terjadi pada hani yah, apakah hani tidak akan bisa melihat lagi?” Ujar Hani yang seperti sudah mengetahui hal itu, Hani memeluk ayahnya dengan erat. “Kamu harus bisa melihat lagi, ayah percaya kamu bisa melewati masalah ini”. Ujarnya menenangkan

Tuk, tuk” terdengar suara pintu, terlihat seorang dokter masuk menghampiri mereka.
 “Dokter?, apakah hani benar benar tidak akan bisa melihat” Tanya ayah dengan lemas, “sebentar ya pak saya akan memeriksanya dulu, Hani apa yang kamu rasakan sekarang?”. Gelap dok , gelap apa yang terjadi dengan mata saya? Apakah saya benar benar tidak akan bisa melihat lagi.” ujar hani cemas, “Sabar ya hani saya yakin kamu bisa melewati masalah ini” jawabnya, Terlihat hani dengan pelan menganggukan kepalanya.

Matahari bersinar terang di langit sehingga menyilaukan mata semua insan tetapi tidak dengan hani, dia hanya bisa merasakan sesuatu tanpa melihatnya. Gelap, gelap, dan gelap, itulah yang bisa di lihatnya.

Hari ketiga Hani di rawat. mukanya tampak puncat, kedua kantung matanya menghitam persis seperti jombie melewati hari tanpa tersenyum sekalipun. Dia tidak mau makan sama sekali, dia hanya bisa menangis dan membisu sesekali merusak makanan yang di beri oleh perawat.

 Dia hancur tanpa ada semangat hidup, dia hanya bisa menyerah tanpa menerima keadaan. Orang tuanya tidak bisa berbuat apapun, dia hanya bisa menjadi penyemangat dengan air mata yang tak kunjung berhenti.

Dokter Hans mulai terusik hatinya karena dampak akibat kecelakaan yang terjadi pada Hani, ia seolah olah menemukan kejanggalan dalam hatinya, namun apa boleh buat dia juga mengetahui kapasitasnya sebagai dokter walaupun semua orang mungkin menganggapnya seperti sosok malaikat.

“Pagi hani”. Ucap dokter sambil memeriksa kondisi hani, Hani yang masih berbaring di tempat tidur sama sekali tidak meresponnya. Kemudian dokter Hans memegang tangan Hani dengan erat, serontak dengan tiba tiba Hani menggerakan tangannya dan berusaha melepaskan genggaman itu.

 “hei Hani? Diam, Rasakan genggaman ini, jika itu terasa sakit buka mulutmu dan katakan sakit. Hani membisu dan hanya berusaha melepaskan genggaman itu.
 “Dengar, hidup kamu ibaratkan dengan tangan yang di genggam erat, bila kamu tidak berusaha untuk melepaskan genggaman itu rasa sakitlah yang akan kamu rasakan, jika kamu terus seperti ini tanpa ada rasa semangat dalam menjalani hidup, berarti kamu hanya akan menunggu kematian dan membuat orang yang menyayangi kamu terluka”.
Hani dengan sekejap melemas saat berusaha melepaskan genggaman itu kemudian ia berkata “Dok, apakah mungkin saya bisa melihat lagi?”. Kata kata yang terlontar dari mulutnya dengan pelan, bertanda bahwa ia sudah siap untuk melanjutkan sisa hidupnya. Dokter hans hanya tersenyum.

 “Semua penyakit datang dari tuhan dan disembuhkan oleh tuhan, kita sebagai anak manusia cukup berusaha dan berdoa agar kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan”. Tutur dokter
“Sekarang bangun dan tatap saya, jika kamu tidak bisa menatap saya dengan mata kepala kamu maka tatap saya dengan perasaan kamu, walaupun kamu tidak bisa melihat tetapi kamu masih bisa merasakan.

 “Sekarang tersenyumlah.” Ujar dokter dengan penuh percaya diri, Hani yang menatap dokter dengan penuh perasaan mulai tersenyum.
“Tersenyumlah, karena jika kamu tersenyum satu masalah dalam hidup kamu akan hilang”. Ujar dokter Hans.

Kemudian perawat datang dengan membawa beberapa menu makanan, “Dok saatnya hani sarapan”. Ujar perawat itu, Hani yang duduk di samping tempat tidur dengan mengayunkan kedua kakinya hanya mengangukan kepala. “Makan yang banyak ya Hani”. Tuturnya

Teet…, bunyi dering terdengar dari handphone dokter. “Iya hallo? Dengan siapa ?. Panggilan tanpa identitas dan tanpa jawaban itu membuat dokter heran? Apakah yang sedang terjadi?, Panggilanpun terputus, dokter hans kemudian keluar dari ruangan hani dan menelpon balik.
Nomor yang anda tuju tidak terdaftar, mohon maaf anda tidak bisa melakukan panggilan. Jawaban dari sosok wanita misterius terdengar, serontak dengan cepat dokter Hans langsung menutup panggilannya. Nafas yang masih terengah engah dan penuh dengan keringat bercucuran dokter hans mengusap keningnya. “Kok bisa? Kata kata yang terucap di pikiran sang dokter. Tiga langkah ia melangkahkan kakinya tiba tiba suara Handphone terdengar kembali, dokter hans menutup mata dan menarik nafas tanpa melihat nama panggilan ia langsung menjawabnya  “Hallo?.


Sabtu, 04 April 2015

  • April 04, 2015
  • Unknown

Biodata Penulis
Nama lengkap : Angga Setiawan
Nama Panggilan : ANGGAKIM
NIM : 111610097
Tgl lahir :14 Agustus
 Kelas : MA. 16 D.2
Kutipan : "Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu."





Total Tayangan Halaman

Blogroll

Back to Top

Popular Posts