Kamis, 14 Mei 2015


Angel Eyes Chapter 2

Penulis : Angga Setiawan



MIMPI BURUK? SESUATU YANG TIDAK NYATA NAMUN MENGERIKAN

“Hallo? Dengan siapa? Panggilan kembali terputus. Dokter Hans kembali memejamkan mata dengan menghela nafas

Awan hitam menutupi langit sore ini, sepertinya hujan akan turun deras malam ini, melihat ke arah langit yang gelap mengingatkan sesuatu tentang Hani yang mungkin kali ini tidak bisa menyaksikan betapa mengerikannya langit mendung di sore hari.

Hani yang terus berbaring di temani ayah nya nampak kaku, saya sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi, saya sebagai dokter sangat mengetahui kapasitas saya yang tidak mungkin bisa mencampuri urusan pribadi mereka.

Hani?. Ujar ayahnya yang nampak kaku, “Maafkan ayah kemarin ayah tidak bisa temani hani disini”. Hani diam membisu tanpa sedikitpun merespon ayahnya. Kemudian handphone berbunyi dengan nada dering JKT48, ayah Hani segera keluar dari ruangan passien. “Halo sayang? Sekarang kamu dimana?” terdengar dengan jelas suara dari si penelphone. Ayah Hani menjawab “Aku lagi di rumah sakit, nanti ku telphone balik” dengan suara pelan yang sesekali menengok ke belakang.

“Sepertinya Ayah hani sudah mempunyai perempuan lain di saat Hani mengalami hal seperti ini”. 
Pikiran Hans yang berkata dengan mata yang menyaksikan jelas kejadian itu. Rasa simpatik dari dokter Hans pun mulai tumbuh, pikirannya terus tertuju pada hani, membayangkan senyuman pertama yang diberikan oleh hani sesekali membuat dokter Hans ikut tersenyum.                                

“Assalammualaikum, Aku pulang.” Teriak Dokter Hans di depan pintu, Sesosok perempuan tua yang menggunakan pakaian serba hitam dengan leher yang di selimuti dengan shall berwarna merah membukakan pintu. “ Oma, Aku pulang” Hans menatap perempuan yang ternyata Neneknya itu dengan senyuman tetapi tidak sedikitpun ia merespon hans, Hans dengan sigap mencium tangannya lalu masuk kedalam rumah.

 Sejak kedatangan Hans tak sepatah katapun keluar dari mulut Oma, ia hanya sesekali menatap Hans penuh heran seolah olah tidak mengenali sang Dokter yang tampan dan rupawan itu. “Oma, sepertinya malam ini akan turun hujan, apa oma sudah makan?”. Oma hanya menganggukan kepala menandakan bahwa ia sudah memakan sesuatu, “Oma sekarang istirahat ya, Hans mau mandi” tutur Hans dengan menuntun omanya kedalam kamar.

Seusai mandi Hans kembali ke kamar Oma nya dengan memegang buku ia duduk di samping Oma yang sedang berbaring. “Oma, Oma pernah tidak, saat dekat dengan seseorang Hati oma berdebar kencang tidak seperti biasanya” ujar Hans sambil melihat kearah oma. “Oma, sepertinya aku menyukai seseorang, tetapi aku tidak yakin dia akan menyukaiku. “Ujar Hans yang ikut berbaring bersama omanya. Lagi lagi Oma tidak merespon Hans sama sekali.
“Oma, malam ini izinkan Hans tidur dengan oma ya”. Ujarnya dengan kedua mata tertutup dengan buku yang di peluk erat diatas perutnya.

“Dokter, passien di kamar 111 menghilang”. Ujar seorang suster yang tergesa gesa lari ke arahnya. “Hani?”. Ia langsung menuju ruangan itu, terlihat tidak ada siapapun di dalam ruangan itu beberapa dokter dan perawat lari tergesa gesa mencari passien buta yang hilang, mencari keseluruh tempat di rumah sakit ini tidak membuahkan hasil rupanya hani benar benar melarikan sudah diri dari rumah sakit ini.

Dokter Hans yang masih belum bisa merima dia tetap mencari Hani, dengan nafas yang terengah engah dia terus mencari, kemudian ia terpikir CCTV.

Mungkin mustahil bagi Hani bisa melarikan diri dari tempat ini, lalu apakah ia di culik?, pikiran pikiran aneh mulai terbayang olehnya tanpa ragu ia menuju ruangan CCTV.

“Maaf bisakah saya melihat rekaman CCTV kemarin sekitar jam 5 sore di kamar nomor 111”. Ujar dokter Hans, “ iya dok” jawab karyawan cctv itu. Terlihat jelas Hani yang di Tarik paksa oleh ayahnya untuk meninggalkan rumah sakit, Hani yang menuruti perkataan ayahnya berjalan seolah olah ia bisa melihat kemana ia akan melangkahkan kakinya itu dan anehnya tidak ada satupun orang yang menyadari. Hani benar benar telah pergi, dokter hans tidak kehabisan akal untuk masalah ini bukan karena Hani yang pergi tanpa membayar sepeserpun tagihan rumah sakit tetapi ia cemas, apa yang akan terjadi pada Hani?

“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif” adalah jawaban saat ia mencoba menghubungi ayah nya, ia terus mencoba menghubunginya tetapi tidak membuahkan hasil, sepertinya ayahnya telah mengganti nomor ponselnya. Dokter Hans pun mencari alamat Hani dari daftar Passien.
Jln Delima, no  27, klender, Jakarta timur. Adalah alamat yang ia dapatkan, tetapi dengan banyaknya passien yang terus berdatangan apakah ia akan di izinkan untuk mencari Hani? Mungkin ia harus menunggu jam pulang, karena ia harus menyelamatkan orang orang yang lebih membutuhkan jawabannya adalah karena ia seorang dokter.
Pukul menunjukan lewat 05 : 00 ia bergegas merapikan meja kerjanya dan bersiap siap menuju rumah Hani, dengan mobil Sedan berwarna silver ia menancapkan gas dengan kecepatan tinggi, sebagai seorang dokter ia lupa akan keselamatannya karena terus mencemaskan Hani, Ini adalah pertama kali nya dokter Hans memperlakukan passien seperti ini.

Rumahnya terlihat indah, walaupun tidak besar tetapi rasanya begitu nyaman untuk di tempati. Akhirnya Hans menemukan rumah Hani, ia memarkirkan mobilnya tepat di halaman rumah itu yang kebetulan dekat dengan jalan.

Permisi?, ucap dokter Hans sambil mengetuk pintu, “Permisi?” lagi lagi tidak ada jawaban, sepertinya mereka tidak ada di dalam, dokter Hans melihat lihat sekitar rumah hani. Terlihat seorang wanita berambut panjang sedang bermain ayunan yang menghadap membelakangi dokter Hans, “Apakah itu Hani? Lalu kenapa ia sendirian? Dimana ayah nya?”. Langkah kaki yang tidak bisa ia tahan terus mendekati perempuan itu.

“Hani…..” kata kata keluar dari mulut dokter Hans, wanita itu merespon seolah olah mengenali suara dokter Hans dengan menengok kebelakang ia mengatakan “Dokter?, apakah itu dokter?”ujarnya sambil meraba raba sekitar. Ternyata benar wanita itu adalah Hani, wajahnya terlihat sangat pucat, dengan rambut yang di uraikannya sedikit berantakan sehingga menutupi sebagian wajahnya.
Dokter Hans lari kearahnya “Hani? Kenapa kamu pergi”. Ucap dokter Hans sambil memegang tangannya “Dokter, maafkan Hani”. Ujarnya sambil menggenggam erat tangan dokter dan sedikit air mata membasahi pipinya “Kenapa?” tanyanya lagi.

Dia hanya terdiam dengan menundukan kepala, tangan dokter yang masih dalam genggamannya perlahan lahan ia lepaskan.

“Tidak apa Hani kalau kamu tidak mau menjawab, sekarang kenapa kamu sendirian? Apa kamu tidak takut?” ucapan dokter Hans dengan nada cemas, Hani hanya menggelengkan kepala. Melihat air mata yang mengalir di pipinya, dokter Hans mengusapnya “Jangan menangis, ayo senyum” ucap Hans “Karena…..” Hani memotong perkataan dokter Hans
“ Jika kamu tersenyum, satu masalah dalam hidup kamu akan hilang” ujar Hani melanjutkan, dengan senyum manis di wajahnya membuat dokter Hans ikut tersenyum. Kemudian ia mencubit kedua pipi Hani dengan rasa gemas. “Haduh… dok sakit” kata kata yang spontan keluar dari mulut Hani lalu ia pun tertawa.

“Haniiiiiiii”. Teriak seorang pria dari jauh yang ternyata Ayahnya. Ia mendekati Hani dan menarik lengannya “Ayo masuk” ucapnya dengan nada tinggi menyuruh paksa Hani masuk. “Dok Dokter” kata kata yang keluar dari mulut Hani dengan tangan yang masih menggenggam erat tangan dokter air matanya pun kembali keluar. “Pak tolong izinkan saya berbicara dengan Hani” Ucap dokter Hans meminta mohon.

Tangannya pun terlepas ia mendorong Hani masuk sampai Hanipun terjatuh “Saya akan melunasi semua tagihannya dan tolong jangan temui anak saya lagi” ucap ayahnya kesal sembil menutupkan pintu.

“Hani, Hani, Hani” sambil terus mengetuk pintu rumahnya.  Air matanya pun keluar sesekali ia berteriak menyebutkan nama Hani, kedua lututnya pun tak bisa menahan dan Rapuh.



0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Recent Posts

Blogroll

Back to Top

Popular Posts