Sabtu, 09 Mei 2015

Angel Eyes



LANGKAH BAYI? LANGKAH PERTAMA SAAT BELAJAR MENCINTAI

Judul : Angel Eyes
Penulis : Angga setiawan
Editor : Ricki, Suhendra


1 januari 2014 Di rumah sakit Cipto, Rumah sakit terbesar dengan dokter yang sangat berkualitas mampu meraih sebanyak 10. 000 passien pertahunnya, karena kualiatas kerjanya mampu memberi semangat kepada passien untuk sembuh. Dr  Hans adalah salah satu Dokter andalan rumah sakit ini dia sudah mendapatkan beberapa penghargaan di usia mudanya. Wajahnya yang tampan membuat para passien nyaman bila di tanganinya. Dengan kepintarannya iya bagaikan sesosok malaikat penolong yang senantiasa memberikan layanan kesehatan yang sangat optimal.“Dok, gimana passien ini” tanya perawat, sambil merapikan tempat passien. “nenek tua ini baik baik saja, dia hanya kelelahan karena kurang beristirahat” jawab dokter. Kemudian dokter keluar dari kamar passien.

“Darurat dok, ada passien kecelakan lalu lintas terluka parah di bagian wajah” ujar seorang perawat. “cepat siapkan ruangan operasi” siap dok. Seorang wanita muda berumur 22 tahun mengalami kecelakaan tunggal tepat di depan area Rumah sakit.

Setelah operasi selesai terlihat seseorang yang sedang menunggu hasil operasi. “Gimana dok operasinya?” Tanya orang itu “Operasinya berjalan lancar, anda walinya? Bisakah ikut keruangan saya?”jawab dokter.  “Iya saya orang tuanya”.

“Jadi begini pak, passien terluka parah di bagian mata kami minta maaf, kemungkinan harapan passien untuk bisa melihat kembali sangatlah kecil.” Terlihat mimik wajah orang tua passien membisu tanpa ada sepatah katapun keluar. “Tapi kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk memulihkan kondisi passien apapun yang terjadi.”ujar Dokter menenangkan, “Dok, apakah saya bisa mendonorkan mata saya untuk Hani” tuturnya dengan pelan, Hani adalah satu satunya keluarga yang saya punya ibu nya telah meninggal dunia saat usianya masih dini bahkan sekarang ia baru menyelesaikan kuliahnya, saya tidak tahu bagaimana perasaan hani jika iya sadar dan tahu bahwa iya tidak bisa melihat lagi”.

“Maaf pak, Sepertinya tidak bisa, Hani memerlukan kornea mata seusianya bahkan jika mungkin bapak mendonorkannya itu hanya akan menjadi permasalahan baru bagi bapak dan Hani”. Kemudian bapak itu keluar dari ruangan dokter dengan penuh harapan agar tidak terjadi sesuatu kepada Hani.

Keesokan harinya. “Ayah?”kata kata yang keluar dari mulut Hani “ iya nak ayah disini”. sambil memegang erat tangannya. “Gelap, gelap, gelap,” ujar hani dengan mengganti posisi tidurnya. Kemudian Ayah memeluknya. “sabar nak ayah disini” Air mata yang tak terbendung pun keluar, “Ayah, kenapa  Ayah menangis, apa yang telah terjadi pada hani yah, apakah hani tidak akan bisa melihat lagi?” Ujar Hani yang seperti sudah mengetahui hal itu, Hani memeluk ayahnya dengan erat. “Kamu harus bisa melihat lagi, ayah percaya kamu bisa melewati masalah ini”. Ujarnya menenangkan

Tuk, tuk” terdengar suara pintu, terlihat seorang dokter masuk menghampiri mereka.
 “Dokter?, apakah hani benar benar tidak akan bisa melihat” Tanya ayah dengan lemas, “sebentar ya pak saya akan memeriksanya dulu, Hani apa yang kamu rasakan sekarang?”. Gelap dok , gelap apa yang terjadi dengan mata saya? Apakah saya benar benar tidak akan bisa melihat lagi.” ujar hani cemas, “Sabar ya hani saya yakin kamu bisa melewati masalah ini” jawabnya, Terlihat hani dengan pelan menganggukan kepalanya.

Matahari bersinar terang di langit sehingga menyilaukan mata semua insan tetapi tidak dengan hani, dia hanya bisa merasakan sesuatu tanpa melihatnya. Gelap, gelap, dan gelap, itulah yang bisa di lihatnya.

Hari ketiga Hani di rawat. mukanya tampak puncat, kedua kantung matanya menghitam persis seperti jombie melewati hari tanpa tersenyum sekalipun. Dia tidak mau makan sama sekali, dia hanya bisa menangis dan membisu sesekali merusak makanan yang di beri oleh perawat.

 Dia hancur tanpa ada semangat hidup, dia hanya bisa menyerah tanpa menerima keadaan. Orang tuanya tidak bisa berbuat apapun, dia hanya bisa menjadi penyemangat dengan air mata yang tak kunjung berhenti.

Dokter Hans mulai terusik hatinya karena dampak akibat kecelakaan yang terjadi pada Hani, ia seolah olah menemukan kejanggalan dalam hatinya, namun apa boleh buat dia juga mengetahui kapasitasnya sebagai dokter walaupun semua orang mungkin menganggapnya seperti sosok malaikat.

“Pagi hani”. Ucap dokter sambil memeriksa kondisi hani, Hani yang masih berbaring di tempat tidur sama sekali tidak meresponnya. Kemudian dokter Hans memegang tangan Hani dengan erat, serontak dengan tiba tiba Hani menggerakan tangannya dan berusaha melepaskan genggaman itu.

 “hei Hani? Diam, Rasakan genggaman ini, jika itu terasa sakit buka mulutmu dan katakan sakit. Hani membisu dan hanya berusaha melepaskan genggaman itu.
 “Dengar, hidup kamu ibaratkan dengan tangan yang di genggam erat, bila kamu tidak berusaha untuk melepaskan genggaman itu rasa sakitlah yang akan kamu rasakan, jika kamu terus seperti ini tanpa ada rasa semangat dalam menjalani hidup, berarti kamu hanya akan menunggu kematian dan membuat orang yang menyayangi kamu terluka”.
Hani dengan sekejap melemas saat berusaha melepaskan genggaman itu kemudian ia berkata “Dok, apakah mungkin saya bisa melihat lagi?”. Kata kata yang terlontar dari mulutnya dengan pelan, bertanda bahwa ia sudah siap untuk melanjutkan sisa hidupnya. Dokter hans hanya tersenyum.

 “Semua penyakit datang dari tuhan dan disembuhkan oleh tuhan, kita sebagai anak manusia cukup berusaha dan berdoa agar kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan”. Tutur dokter
“Sekarang bangun dan tatap saya, jika kamu tidak bisa menatap saya dengan mata kepala kamu maka tatap saya dengan perasaan kamu, walaupun kamu tidak bisa melihat tetapi kamu masih bisa merasakan.

 “Sekarang tersenyumlah.” Ujar dokter dengan penuh percaya diri, Hani yang menatap dokter dengan penuh perasaan mulai tersenyum.
“Tersenyumlah, karena jika kamu tersenyum satu masalah dalam hidup kamu akan hilang”. Ujar dokter Hans.

Kemudian perawat datang dengan membawa beberapa menu makanan, “Dok saatnya hani sarapan”. Ujar perawat itu, Hani yang duduk di samping tempat tidur dengan mengayunkan kedua kakinya hanya mengangukan kepala. “Makan yang banyak ya Hani”. Tuturnya

Teet…, bunyi dering terdengar dari handphone dokter. “Iya hallo? Dengan siapa ?. Panggilan tanpa identitas dan tanpa jawaban itu membuat dokter heran? Apakah yang sedang terjadi?, Panggilanpun terputus, dokter hans kemudian keluar dari ruangan hani dan menelpon balik.
Nomor yang anda tuju tidak terdaftar, mohon maaf anda tidak bisa melakukan panggilan. Jawaban dari sosok wanita misterius terdengar, serontak dengan cepat dokter Hans langsung menutup panggilannya. Nafas yang masih terengah engah dan penuh dengan keringat bercucuran dokter hans mengusap keningnya. “Kok bisa? Kata kata yang terucap di pikiran sang dokter. Tiga langkah ia melangkahkan kakinya tiba tiba suara Handphone terdengar kembali, dokter hans menutup mata dan menarik nafas tanpa melihat nama panggilan ia langsung menjawabnya  “Hallo?.


0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Recent Posts

Blogroll

Back to Top

Popular Posts