LOVE
PHOBIA
Chapter 1
Penulis : Angga Setiawan
Matahari mulai memanas
dan keringat berkucuran di dahiku, tak terasa setelah tiga tahun mengabdi di
sekolah ini sebentar lagi hasil kelulusan akan di umumkan. Aku yang tak sabar
menunggu hasilnya terus mondar mandir kesana kemari, hatiku berdebar debar
karena kekhawatiran menyelubung sehingga menyesakkan dada. Walaupun aku sudah
tahu pasti akan lulus dengan bayangan nilai sempurna sudah berada di kepalaku.
Kali ini aku sangat ingin membanggakan ibuku, yang selama ini sudah bekerja
keras supaya aku bisa sekolah disini.
Kepala sekolah mulai mengumpulkan kami untuk
berbaris, kulihat beberapa guru membawa amplop yang rapi di dalam kardus
coklat. Setelah berbincang bincang kepala sekolah memerintahkan para guru untuk
membagikan amplop tersebut. Sesuai dengan dugaanku, hasil kelulusan berada di
dalam amplop itu. Saat guru memberikan amplop putih bertulisan namaku Rifa
setiawan berserta nomor Nis yang tertera di situ aku mulai gugup, melihat anak
anak yang memasang muka berak begitu jelas terbaca olehku kekhawatiran juga
meraka rasakan.
Dengan percaya dirinya aku membuka amplopku,
akhirnya sesuai dengan perkiraanku aku lulus dengan nilai yang lumayan
membuatku kegirangan. Aku hanya tersenyum ketika semua mata melihatku, mungkin
mereka melihat betapa anehnya diriku karena selama ini aku bukan lah orang yang
periang.
Saat ini hatiku menjadi sejuk dan lega, keinginanku
untuk kuliah di universitas bergensi mungkin bisa ku raih dengan nilai ini.
Selain itu aku ingin segera memamerkan hasil ini kepada ibuku yang mungkin juga
sudah menanti nanti hari ini, ibuku adalah wanita karier yang luar biasa setiap
hari bekerja dan bekerja tapi aku bangga sekaligus bahagia, karena sesibuk
apapun beliau aku tetap di nomor satukan olehnya mungkin karena aku adalah anak
satu satunya dari pernikahan beliau.
Aku mengeluarkan hp dari saku celanaku, aku berniat
untuk menghubunginya, saat aku melihat isi ponsel itu terdapat satu pesan masuk
dari ibuku. Tanpa pikir panjang ku lihat pesan itu.
Dari : Ibu
Rifa, selamat atas kelulusannya. Maafin ibu tidak
bisa menghadiri acara kelulusanmu, saat ini ibu sudah berada di bandara ada hal
mendadak yang harus ibu urus, ibu pergi hanya untuk beberapa hari. Kamu baik
baik dirumah, uang sudah ibu transfer kerekening kamu, kamu sudah besar harus
bisa merawat diri sendiri. Akan ibu telpon jikalau ibu sudah sampai disana.
Aku berhasil keluar dari acara itu, kunaiki motorku
dan segera berangkat menuju bandara, hatiku memang sedih sekaligus marah tetapi
aku ingin tetap melihatnya.
Saat sampai disana nampaknya aku terlambat karena
pesawat telah diberangkatkan. Saat ini aku benar benar kesal, kuputar balikan
motorku lalu kulajukan dengan sangat kencang.
Setelah sampai di rumah aku mempacking beberapa
baju, aku berniat ingin pergi menenangkan diri, seandainya aku punya ayah
mungkin aku bisa bersenang senang dengannya tapi mustahil bagiku untuk
memilikinya.
Ibuku mempunyai sebuah villa di daerah pangandaran,
aku berniat untuk kesana. Tanpa keraguan aku bergegas dan pergi.
Entah kenapa sekarang aku sedikit membencinya, aku
mulai menyadari bahwa selama ini ibu hanya memikirkan pekerjaannya, dia memang
selalu memberikan apa yang aku inginkan tapi kenyataanya bukan itu yang benar
benar aku inginkan.
*
Angin malam begitu
menyejukan kalbu, setelah lamanya di perjalanan tadi akhirnya aku sampai
disini. Gelombang pasang air laut entah kenapa malam ini begitu indah, rasanya
aku ingin segera melepas bajuku dan menyelam kesana, aku benar benar terbuai di buatnya. Melihat
sekeliling pantai begitu sepi mungkin karena sudah larut malam.
langkah kaki mulaiku hentakkan dengan tangan yang
merentang kututupkan kedua kelopak mataku merasakan angin sepoi yang bertabrakan
dan telingaku di manjakan oleh gerakan ombak yang terdengar begitu nyaring.
Tiba tiba ada sesuatu yang ku injak dan berhasil
mengagetkanku “Aish.. ternyata kaleng bekas minuman” ucapku sambil menendang
kaleng itu dengan kencang, lalu terdengar suara perempuan “Aaaah..” kali ini
benar benar membuatku kaget, kulihat seorang perempuan yang membelakangiku
seperti sedang menangis, dia terus berjalan kearah pantai seperti tidak takut
akan ada ombak yang bisa menyeretnya ke tengah laut, dia berjalan terus masuk
kedalam air dari lutut dan sekarang pinggang sudah tenggelam, aku mencoba
mendekatinya aku sempat berpikir dia mungkin akan bunuh diri akupun lari ke
arahnya dengan basah kuyup kuraih tangannya dan mencoba menariknya kedarat, dia
tidak berontak sedikitpun seperti menurutiku.
Baru langkah kedua ku injakan tiba tiba ombak besar
menerpa kami berdua dan menariknya ketengah, Aku tidak berdaya karena ombak
begitu besar walapun begitu aku berusaha untuk tetap menggengam erat tangan
perempuan itu.
0 komentar:
Posting Komentar