Sabtu, 19 Maret 2016




LOVE PHOBIA
Chapter 3
Penulis Angga Setiawan

Matahari terbit memancarkan sinar kehidupan ke bumi, Kicauan burung dan percikan air laut dari ombak mengiringi pagi ini. Aku terbangun dari tidur lelapku, kebiasaan mengangkatkan kedua tangan dengan mulut yang menguap menandakan aku tidur dengan baik malam ini.

Baru berhasil ku membukakan mata, terlihat Nemo dengan membawa beberapa batang pohon yang lumayan besar ke tepi pantai. Akupun segera menghampiri dan membantunya. “Nemo apa yang sedang kau lakukan? Untuk apa semua batang kayu ini?” Tanyaku heran melihat tumpukan kayu yang sudah di bawanya. “Pagi Rifa apakah tidurmu nyenyak? Oh ini, Aku sedang merencanakan sesuatu mungkin dengan kayu ini kita bisa membuat perahu agar bisa keluar dari pulau ini” Jawabnya sambil terus berusaha membawa batang kayu itu.
 
Satu demi satu batang kayu mulai terkumpul, aku sangat mendukung ide bagusnya itu melihatnya yang terus berusaha keras hatiku tersentuh, rasa kasihan sekaligus takjub melihat seorang wanita yang melakukan hal semacam ini. 

Nemo, kamu harus istirahat biar saja aku yang melanjutkan sisanya” Ujarku melihatnya yang sudah kelelahan. Dia menurutiku lalu dia duduk dibawah pasir dengan potongan kayu kecil dia mulai melukis lukis sesuatu di pasir itu seperti yang dia lakukan tadi malam.

Akhirnya semua Batang berhasil aku kumpulkan, aku tidak percaya bisa melakukannya walaupun belum sempat memakan sesuatu tapi aku merasa mampu melakukannya. Aku menghampiri Nemo yang dari tadi duduk di bawah pohon kelapa namun terus fokus dengan potongan kayu yang di pegangnya. Dia melihatku berjalan kearahnya, dia berdiri lalu lari kearahku sambil tersenyum, entah kenapa senyuman itu membuat hatiku berdebar dan sempat membuatku tak karuan. Tiba tiba dia menarik tanganku sambil berkata “Ayo cepat lihat ini” Ujarnya yang membawaku berlari.
Wow Nemo kau menakjubkan, bagaimana kau bisa?” ujarku saat melihat sesuatu yang dia tunjukan. “Sebenarnya dari malam aku sudah memikirkannya aku ingin kita keluar dari tempat ini dan cara ini adalah satu satunya” Jawabnya yang nampak senang.

Nemo menggambar rangkaian perahu yang akan kita buat walaupun tidak begitu jelas tapi ini membuatku senang dan yakin bisa membuatnya kali ini aku tidak ingin membuat Nemo kecewa.
Suara perutku terdengar begitupun juga Nemo, mungkin karena kami belum memakan sesuatu sejak tadi pagi. Nemo mengajakku ke hutan untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan, akupun mengikutinya namun kali ini berbeda Nemo terus menggengkam tanganku dan menariknya. Entah kenapa kali ini aku merasa canggung kepadanya, tapi aku berusaha bersikap seperti biasa.
Nemo lihat disana, banyak sekali buah” ujarku lari kearah pohon itu sehingga melepas genggaman tangannya. Tapi tiba tiba Nemo lari kearahku dan memelukku dari belakang sambil berkata “Rifa awas!” Teriaknya. Batang pohon besar yang seharusnya jatuh mengenaiku kini mengenai tubuhnya, aku benar benar kaget dengan tingkahnya ini.

Nemo kenapa kau melakukannya?” Ujarku kaget dan mencoba menggendongnya, karena dia begitu lemas dan kesakitan. “Aku tidak ingin kau terluka” Jawabnya pelan dan sepertinya pingsan. Aku dengan sangat khawatir membawanya keluar hutan itu lalu membawanya kegubuk, aku mengeluarkan seluruh tenagaku untuk berlari, aku akan sangat menyesal jika sesuatu sampai terjadi terhadap Nemo. “Nemo bertahan lah” ujarku.
Setelah sampai digubuk aku merebahkannya, syukurlah luka itu tidak terlalu parah lalu aku kembali kehutan untuk mencari dedaunan dan mengambil beberapa buah untuknya.

Aku mengambil daun yang menurutku bisa menyembuhkan lukanya atau paling tidak bisa mengurangi rasa sakitnya. Setelah mendapatkan itu aku bergegas untuk kembali.
Namun setelahku sampai di gubuk terlihat Nemo yang sudah sadar dan nampak seperti tidak pernah terjadi sesuatu terhadapnya, dia malah membersihkan gubuk. “Nemo, Kau sudah sadar? Bagaimana bisa?” ujarku kaget melihatnya. “Ah tidak apa apa, ini Cuma luka kecil kok, oh iya apa kamu tidak apa apa?” Ujarnya menjawab dengan tenang dan balik mengkhawatirkanku. Lalu aku memberikan buah yang aku petik tadi “oh Aku baik baik saja, apa kamu yakin? Sini biar kulihat lukamu akan ku obati” Ujarku cemas. “tidak perlu, aku baik baik saja kok, ayo kita makan ini” jawabnya sambil memakan buah itu “ehmm, Manisnya” tuturnya sambil tersenyum. Aku hanya menganggukan kepala, “syukurlah kalau dia baik baik saja” Batinku sedikit lega.

Setelah ini lalu apa yang akan kita lakukan?” tanyaku. Dia berdiri dan menjawab “Apa lagi, ayok kita mulai membuat perahu itu” ujarnya sambil menganggukan kepala. “Apa? kamu yakin” tanyaku heran sedikit tidak percaya. “Iya, ayok kita lakukan, lebih cepat lebih baik” Jawabnya lagi dan keluar dari gubuk. “Oke, mari kita lakukan tapi kamu cukup duduk melihatku biar aku yang melakukannya” Ujarku memberi solusi karena khawatir kepadanya. Dia menganggukan kepada dan menurutiku, aku tidak tahu dari mana dia mempunyai alat alat ini yang membantuku mempermudah pekerjaan ini. Ini adalah pertama kali aku membuat perahu, yang tadinya kupikir mustahil melakukannya namun Nemo memberi tahuku bagaimana caranya dan tahap tahap yang dilakukan. Aku sungguh terkejut, dia nampak sangat pintar dan semua perkataannya kali ini masuk akal. Padahal kemarin dia selalu mengucapkan hal hal aneh dan tidak masuk akal sehat namun dengan ini dia berhasil membuktikan bahwa dia adalah orang hebat.

Beberapa jam berlalu dan hari semakin sore, sunset kali ini begitu sempurna seolah olah menyihir rasa lelahku. Nemo yang berada di sampingku terus tersenyum seperti sangat bahagia. Melihat hasil kerjaku yang di luar dugaan aku telah berhasil membuat separuh dari perahu itu. Kami sengaja membuat Perahu yang lumayan kecil yang penting bisa membawa kita keluar dari sini. Seperti mimpi memang, aku saja sampai sekarang belum percaya aku bisa melakukannya dengan waktu sesingkat itu dan mungkin besok sudah bisa ku selesaikan.

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Recent Posts

Blogroll

Back to Top

Popular Posts