LOVE PHOBIA
Chapter 3
Penulis Angga Setiawan
Matahari terbit memancarkan sinar kehidupan ke bumi,
Kicauan burung dan percikan air laut dari ombak mengiringi pagi ini. Aku
terbangun dari tidur lelapku, kebiasaan mengangkatkan kedua tangan dengan mulut
yang menguap menandakan aku tidur dengan baik malam ini.
Satu demi satu batang kayu mulai terkumpul, aku
sangat mendukung ide bagusnya itu melihatnya yang terus berusaha keras hatiku
tersentuh, rasa kasihan sekaligus takjub melihat seorang wanita yang melakukan
hal semacam ini.
“Nemo, kamu harus istirahat biar saja aku yang melanjutkan
sisanya” Ujarku melihatnya yang sudah kelelahan. Dia
menurutiku lalu dia duduk dibawah pasir dengan potongan kayu kecil dia mulai
melukis lukis sesuatu di pasir itu seperti yang dia lakukan tadi malam.
Akhirnya semua Batang berhasil aku kumpulkan, aku
tidak percaya bisa melakukannya walaupun belum sempat memakan sesuatu tapi aku
merasa mampu melakukannya. Aku menghampiri Nemo yang dari tadi duduk di bawah
pohon kelapa namun terus fokus dengan potongan kayu yang di pegangnya. Dia
melihatku berjalan kearahnya, dia berdiri lalu lari kearahku sambil tersenyum,
entah kenapa senyuman itu membuat hatiku berdebar dan sempat membuatku tak
karuan. Tiba tiba dia menarik tanganku sambil berkata “Ayo cepat lihat ini”
Ujarnya yang membawaku berlari.
“Wow Nemo kau menakjubkan, bagaimana kau bisa?”
ujarku saat melihat sesuatu yang dia tunjukan. “Sebenarnya dari malam aku sudah memikirkannya aku ingin kita
keluar dari tempat ini dan cara ini adalah satu satunya”
Jawabnya yang nampak senang.
Nemo menggambar rangkaian perahu yang akan kita buat
walaupun tidak begitu jelas tapi ini membuatku senang dan yakin bisa membuatnya
kali ini aku tidak ingin membuat Nemo kecewa.
Suara perutku terdengar begitupun juga Nemo, mungkin
karena kami belum memakan sesuatu sejak tadi pagi. Nemo mengajakku ke hutan
untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan, akupun mengikutinya namun kali ini
berbeda Nemo terus menggengkam tanganku dan menariknya. Entah kenapa kali ini
aku merasa canggung kepadanya, tapi aku berusaha bersikap seperti biasa.
“Nemo lihat disana, banyak sekali buah”
ujarku lari kearah pohon itu sehingga melepas genggaman tangannya. Tapi tiba
tiba Nemo lari kearahku dan memelukku dari belakang sambil berkata “Rifa awas!”
Teriaknya. Batang pohon besar yang seharusnya jatuh mengenaiku kini mengenai
tubuhnya, aku benar benar kaget dengan tingkahnya ini.
“Nemo kenapa kau melakukannya?”
Ujarku kaget dan mencoba menggendongnya, karena dia begitu lemas dan kesakitan.
“Aku
tidak ingin kau terluka” Jawabnya pelan dan sepertinya
pingsan. Aku dengan sangat khawatir membawanya keluar hutan itu lalu membawanya
kegubuk, aku mengeluarkan seluruh tenagaku untuk berlari, aku akan sangat
menyesal jika sesuatu sampai terjadi terhadap Nemo. “Nemo bertahan lah”
ujarku.
Setelah sampai digubuk aku merebahkannya, syukurlah
luka itu tidak terlalu parah lalu aku kembali kehutan untuk mencari dedaunan
dan mengambil beberapa buah untuknya.
Namun setelahku sampai di gubuk terlihat Nemo yang
sudah sadar dan nampak seperti tidak pernah terjadi sesuatu terhadapnya, dia
malah membersihkan gubuk. “Nemo, Kau sudah sadar? Bagaimana bisa?”
ujarku kaget melihatnya. “Ah tidak apa apa, ini Cuma luka kecil kok, oh iya apa kamu
tidak apa apa?” Ujarnya menjawab dengan tenang dan
balik mengkhawatirkanku. Lalu aku memberikan buah yang aku petik tadi “oh Aku baik baik saja, apa
kamu yakin? Sini biar kulihat lukamu akan ku obati”
Ujarku cemas. “tidak perlu, aku baik baik saja kok, ayo kita makan ini”
jawabnya sambil memakan buah itu “ehmm, Manisnya” tuturnya sambil
tersenyum. Aku hanya menganggukan kepala, “syukurlah kalau dia baik baik saja”
Batinku sedikit lega.
“Setelah ini lalu apa yang akan kita lakukan?”
tanyaku. Dia berdiri dan menjawab “Apa lagi, ayok kita mulai membuat perahu itu”
ujarnya sambil menganggukan kepala. “Apa? kamu yakin” tanyaku heran sedikit
tidak percaya. “Iya, ayok kita lakukan, lebih cepat lebih baik”
Jawabnya lagi dan keluar dari gubuk. “Oke, mari kita lakukan tapi kamu cukup duduk melihatku biar
aku yang melakukannya” Ujarku memberi solusi karena khawatir
kepadanya. Dia menganggukan kepada dan menurutiku, aku tidak tahu dari mana dia
mempunyai alat alat ini yang membantuku mempermudah pekerjaan ini. Ini adalah
pertama kali aku membuat perahu, yang tadinya kupikir mustahil melakukannya
namun Nemo memberi tahuku bagaimana caranya dan tahap tahap yang dilakukan. Aku
sungguh terkejut, dia nampak sangat pintar dan semua perkataannya kali ini
masuk akal. Padahal kemarin dia selalu mengucapkan hal hal aneh dan tidak masuk
akal sehat namun dengan ini dia berhasil membuktikan bahwa dia adalah orang
hebat.
Beberapa jam berlalu dan hari semakin sore, sunset
kali ini begitu sempurna seolah olah menyihir rasa lelahku. Nemo yang berada di
sampingku terus tersenyum seperti sangat bahagia. Melihat hasil kerjaku yang di
luar dugaan aku telah berhasil membuat separuh dari perahu itu. Kami sengaja
membuat Perahu yang lumayan kecil yang penting bisa membawa kita keluar dari
sini. Seperti mimpi memang, aku saja sampai sekarang belum percaya aku bisa
melakukannya dengan waktu sesingkat itu dan mungkin besok sudah bisa ku
selesaikan.
0 komentar:
Posting Komentar