Sesuai tema hari ini, sedikit
curhatan tentang diri saya. Saya adalah anak pertama dari dua bersaudara. Dari kecil
apapun yang saya inginkan selalu dituruti oleh kedua orang tua, walaupun saya
dari keluarga sederhana. Mungkin itu salah satu alasan sampai saat ini saya tidak
bisa jauh dari mereka.
Saat saya masuk pondok pesantren waktu Smp, itu adalah
pengalaman berharga sekaligus pahit bagi saya. Kenapa ? Karena saya hanya
sanggup selama kurang lebih 6 bulan. Sebenarnya malu untuk menceritakan ini,
tetapi sampai saat ini saya tidak pernah bisa melupakan kenangan kenangan waktu
masih di pondok dulu.
Sekarang saya sangat menyesal, kenapa saya dulu tidak bisa. Minimal
harus sampai lulus Smp. Mungkin karena saya adalah seorang introvert, jadi
orang orang selalu menganggap saya sombong dan tidak ada yang mau berteman
dengan saya.
Sebenarnya saya waktu itu merasa kuat, mungkin karena dulu
saya belum bisa berpikir dengan hati hati. Jadi apapun yang saya pikirkan saya
lakukan. Dan setelah benar benar pindah sekolah saya baru menyadari akan hal
tersebut.
Umur saya saat ini menginjak 19
tahun. Hidup di daerah perindustrian, kota cikarang. Kota dimana tempatnya para
pendatang mencari nafkah. Dari jawa tengah, jawa timur, hingga kalimantan. Mereka
berbondong bondong mencari pekerjaan di daerah ini.
Awalnya saya tidak merasa risih ataupun khawatir. Tetapi semakin
hari semakin banyak para pendatang baru. Saya tidak bermaksud ingin melarang
mereka untuk mencari rejeki di kota ini. Tetapi, sebagai pribumi saya merasa
sudah tidak di utamakan.
Saya
bingung, kita tinggal di daerah perindustrian tetapi kenapa orang orang di
sekitar saya sangat kesulitan mencari pekerjaan. Padahal ijazah yang kami punya
tidaklah berbeda, nilai yang kami dapatkan tidak begitu buruk, tetapi kami
selalu kalah bersaing dengan para pendatang itu. Dan lebih parahnya lagi ada
beberapa perusahaan yang menolak keras warga pribumi.
Entah mulai dari kapan Image warga pribumi menjadi rusak. Warga
pribumi selalu di cap cenderung pemalas, tidak mempunyai jiwa pekerja keras,
selalu datang terlambat, selalu alasan izin tidak masuk kerja, dll.
Alasan mereka lebih mempercayai para pendatang. Karena para
pendatang takut jika dia tidak kerja dia tidak makan, selalu bekerja keras agar
bisa membantu perekonomian keluarga di kampung, dll.
Padahal tidak semua warga pribumi seperti itu. Hanya karena
ingin membantu perekonomian keluarga, pribumi rela merogoh 3-4 juta untuk bisa
masuk kerja. Walaupun tidak semua yang bernasip seperti itu, tetapi menurut
saya seharusnya warga pribumilah yang harus diutamakan.
Saat
ini saya kuliah semester 3 Manajemen. Di kelas saya hanya ada 4 orang warga
pribumi termasuk saya dari 50 mahasiswa. Sangat miris, Para pendatang itu mereka berkerja dan
menginvestasikan diri mereka di perkuliahan. Dari situ saya sangat menerima
banyak sekali pelajaran berharga. Dengan gaji yang standar mereka bisa mengatur
uang. Mereka tetap mengirimkan kepada keluarga di kampung, mereka tetap bisa
kuliah, mereka bisa membayar kontrakan, dll. Sungguh sangat mengejutkan. Mungkin
memang benar bahwa warga pribumi sangat tidak mempunyai jiwa kompetitor. Saya tidak
tahu 10 tahun kedepan di kota ini akan menjadi seperti apa. Banyak pribumi yang menjadi
pengangguran. Semakin banyak industri yang berdiri, semakin banyak juga limbah
limbah yang menumpuk di daerah ini. Kita sebagai pribumi hanya bisa gigit jari,
hanya bisa menonton.
0 komentar:
Posting Komentar